Minggu, 09 Juni 2013

Contoh Kasus Perlindungan Konsumen






Contoh Kasus Perlindungan Konsumen

Untuk tulisan kali ini saya akan membahas contoh kasus mengenai contoh kasus perlindungan konsumen listrik. Di batam seperti yang kita ketahui sempat mengalami kenaikan tarif sebesar 14,8 % yang berlaku sejak tanggal 1 Oktober 2008. Hal ini sontak saja membuat masyarakat khususnya dunia usaha mengajukan keberatan atas kenaikan tarif  tersebut karena kenaikan tersebut dapat menyebabkan dunia usaha mengalami gulung tikar akibatpengelola harus menanggung jawab kenaikan lebih 50% dari sebelumnya.
Sesuai dengan penyelesaian UU Perlindungan Konsumen, bahwa tarif atau harga tidak menjadi objek perlindungan konsumen, yang menjadi objek adalah tentang cara menjual pelaku usaha. Namun, apabila PLN memberikan pelayanan kurang maksimal, maka konsumen dapat melakukan tuntutan kepada PT. PLN. Atas dasar tersebut, Yayasan lembaga Konsumen Batam menghimbau kepada masyarakat untuk melakukan pemantauan dan mengajukan tuntutan jika pelayanan PLN tidak sesuai dengan janjianya.
Contoh lain misalnya seperti pencatatan meteran listrik yang tidak sesuai dengan pemakaian atau pembebanan biaya pemberitahuan tagihan kepada konsumen, yang mana sebelumnya tidak ada kesepakatan antara konsumen dengan PT PLN. Dan dari kejadian tersebut PLN telah melakukan tindakan secara sepihak dimana tidak meminta persetujuan terlebih dahulu oleh konsumen yang terkait.
Seperti yang telah kita ketahui, pada dasarnya hukum perjanjian yang berlaku selama ini hanya mengandalkan adanya kesamaan posisi tawar menawar diantara para pihak, namun dalam kenyataannya perjanjian yang dibuat antara konsumen dengan pelaku usaha tidaklah mungkin terjadi. Dan disaat membuat perjanjian, konsumen dengan pelaku usaha harus mempunyai sesuatu yang bisa diposisikan  sebagai penyeimbang dan disini adalah UU, akan tetapi konsumen yang berdaya juga harus terus menerus dikuatkan dan disebarluaskan.
Dari contoh kasus diatas, bisa diambil kesimpulan bahwa, konsumen berhak mendapatkan pelayanan yang layak sesuai dengan uang yang telah dikeluarkan untuk mendapatkan haknya. Selain itu, sebagai konsumen jika mengalami tidakan yang sekiranya merugikan agar tidak segan-segan untuk mengadu ke layanan konsumen untuk mengadukan ketidak puasan atas pelayanan yang ada. Dan yang terakhir adalah harus adanya UU yang jelas untuk melindungi konsumen agar konsumen bisa mendapatkan perlindungan yang pasti selain itu agar konsumen tidak merasa dicurang dan mendapatkan apa yang seharusnya didapatkanya.

Bab 11,12,13, dan 14




BAB 11
HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HAKI)


1.    Pengertian Hak Kekayaan Intelektual

Hak Kekayaan intelektual adalah hak eksklusif yang diberikan suatu hukum atau peraturan kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya. Menurut UU yang telah disahkan oleh DPR-RI pada tanggal 21 Maret 1997, Hak Kekayaan Intelektual adalah hak-hak secara hukum yang berhubungan dengan permasalahan hasil penemuan dan kreativitas seseorang atau beberapa orang yang berhubungan dengan perlindungan permasalahan reputasi dalam bidang komersial dan tindakan atau jasa dalam bidang komersial (goodwill).

2.      Prinsip-prinsip hak kekayaan Intelektual

Dibawah ini ada beberapa prinsip-prinsip dari Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) adalah sebagai berikut :
a.        Prinsip Ekonomi
Didalam prinsip ekonomi, hak intelektual berasal dari kegiatan kreatif dari daya pikir manusia yang memiliki manfaat serta nilai ekonomi yang akan memberi keuntungan kepada pemilik hak cipta.

b.       Prinsip Keadilan
Prinsip Keadilan merupakan suatu perlindungan hukum bagi pemilik suatu hasil dari kemampuan intelektual sehingga memiliki kekuasaan dalam penggunaan hak atas kekayaan intelektual terhadap karyanya.

c.Prinsip kebudayaan
Prinsip Kebudayaan merupakan pengembangan dari ilmu pengetahuan, sastra dan seni guna meningkatkan kehidupan serta akan memberikan keuntungan bagi masyarakat. Bangsa dan Negara.

d.       Prinsip Sosial
Prinsip sosial mengatur kepentingan manusia sebagai warga negara, sehingga yang telah diberikan oleh hukum atas suatu karya merupakan satu kesatuan yang diberikan perlindungan berdasarkan keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat atau lingkungan.

3.    Klasifikasi Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)

Secara umum Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) terbagi dalam dua kategodi, yaitu :
a.Hak Cipta
b.       Hak Kekayaan Industri, yang meliputi :
-          Hak Paten
-          Hak Merek
-          Hak Desain Industri
-          Hak desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
-          Hak Rahasia dagang
-          Hak Indikasi

Dibawah ini akan diberikan penjelasan mengenai Hak-hak.

v  Hak Cipta
Hakcipta adalah hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan ciptaannya atau memperbanyak ciptaannya. Berdasarkan UU N0. 19/2002 Pasal 1 ayat 1mengenai hak Cipta :
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundangan-undangan yang berlaku. “

v  Hak Kekayaan Industri
Hak Kekayaan Industri adalah hak yang mengatur segala sesuatu milik perindustrian, terutama yang mengatur tentang perlindungan hukum. Hak kekayaan industri sangat penting untuk didaftarkan oleh perusahaan-perusahaan, karena hal ini sangat berguna untuk melindungi kegiatan industri perusahaan dari hal-hal yang sifatnya menghancurkan seperti plagiatisme.

v  Hak Paten
Menurut UU No. 14/2001 pasal 1 ayat 1, hak Paten adalah hak eksklusif yang diberikan Negara kepada investor atas hasil penemuannya dibidang teknologi, yang ikan  dengan membuat persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.

Perlindungan hak paten dapat diberikan untuk jangka waktu 20 tahuin terhitung dari filling date. Undang-undang yang mengatur hak paten antara lain :
§  UU No 6 tahun 1989 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 1989 N0 39)
§  UU No 13 Tahun 1997 tentang Perubahan UU No 6 Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 1997 No 30)
§  UU No 14 tahun 2001 tentang paten (Lembaran Negara RI Tahun 2001 No 109).


v  Hak Merek
Berdasarkan UU No 15/2001 pasal 1ayat 1, hak merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.


v  Desain Industri
Desain industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, gabungan daripada yang terbentuk dari tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estesis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri atau kerajaan tangan. (Pasal 1 ayat 1)


v  Rahasia Dagang
Menurut UU No 30 tahun 2000 tentang rahasia Dagang, Rahasia dagang adalah imformasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang.


Sumber :
-           zaki-math.web.ugm.ac.id/matematika/etika_profesi/HAKI_09.ppt
-           puslit.petra.ac.id/journals/pdf.php?PublishedID=DKV02040203
-           http://www.kemenperin.go.id/





BAB 12
PERLINDUNGAN KONSUMEN



1.   Pengertian konsumen
Adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Menurut Pasal 1 angka 2 UU PK,’Konsumen adalah setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

2.   Azaz dan Tujuan
Sebelumnya telah disebutkan bahwa tujuan dari UU PK adalah melindungi kepentingan konsumen, dan disatu sisi menjadi pecut bagi pelaku usaha untuk meningkatkan kualitasnya. Lebih lengkapnya Pasal 3 UU PK menyebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah :
a.     Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
b.     Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan atau jasa.
c.     Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.


3.   Hak dan Kewajiban Konsumen
Hak-hak konsumen adalah :
-         Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa.
-         Hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
-         Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa.
-         Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan atau jasa yang digunakan.

Kewajiban konsumen adalah :
-         Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakai atau pemanfaatan barang dan atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.
-         Beritikad baik dlam melakukan transaksi pembelian barang dan atau jasa.
-         Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati
-         Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

4.   Hak dan Kewajiaban Pelaku Usaha

Hak Pelaku Usaha adalah :
·         Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang atau jasa yang diperdagangkan.
·         Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
·         Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.

Kewajiaban Pelaku Usaha :
·         Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
·         Melakukan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan ,dan pemeliharaan.
·         Memperlakukan konsumen secara konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif, dimana pelaku usaha dilarang untuk membedakan konsumen.

5.   Perbuatan yang Dilarang bagi Pelaku Usaha
Adapun perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha adalah sebagai berikut ini :
1.     Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang dan jasa yang :
a.     Tidak sesuai dengan :
-         Standar yang telah dipersyaratkan,
-         Peraturan yang berlaku,
-         Ukuran, takaran, timbangan dan jumlah sebenarnya.

b.     Tidak sesuai dengan yang ada didalam label, etiket dan keterangan lain dari barang dan jasa yang menyangkut :
-         Berat isi, dan
-         Isi bersih dan jumlah dalam hitungan.

2.   Dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan barang dan atau jasa :
a.     Secara tidak benar atau seolah-olah barang tersebut :
-         Telah memenuhi standar mutu tertentu, potongan harga / harga khusus, mode tertentu, sejarah tertentu.
-         Dalam keadaan baik, tidak mengandung cacat, berasal dari daerah tertentu, merupakan kelengkapan dari barang tertentu.

b.     Sercara tidak benar dan seolah-olah barang dan jsa tertebut :
-         Telah tersedia bagi konsumen.
-         Langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan atau jasa lain.
-         Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
-         Dibuat perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan / afiliasi.

6. Klausula Baku dalam Perjanjian

Di dalam pasal 18 UU No 8 tahun 1999, pelaku usaha dalam menawarkan barang dan jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen atau perjanjian, antara lain :
1.   Menyatakan pengalihan tanggungan jawab pelaku usaha.
2.   Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli oleh konsumen.
3.   Pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang atau jasa yang dibeli konsumen.

7.   Tanggung Jawab Pelaku Konsumen

Setiap pelaku usaha harus bertanggung jawab atas produk yang dihasilkan atau diperdagangkan. Didalam undang-undang nomor 8 tahun 1999 diatur pasal 19 sampai  dengan pasal 28. Didalam pasal 19 mengatur tanggung jawab kesalahan pelaku usaha terhadap produk yang dihasilkan atau diperdagangkan dengan memberi ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran, kerusakan, kerugian konsumen.

Didalam pasal 27 disebut hal-hal yang membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen, apabila :
1.     Barang tersebut terbukti seharusnya tiak diedarkan atau tidak dimaksud untuk diedarkan,
2.     Cacat barang timbul pada kemudian hari,
3.     Kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen,
4.     Cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang.
5.     Lewatnya jangka waktu penuntutan 4 tahun sejak barang dibeli atau lewat jangka yang diperjanjikan.

8.   Sanksi Perlindungan Konsumen
Dalam pasal 62 UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen telah diatur tentang perlanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha diantaranya adalah sebagai berikut :
-         Dihukum dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000’,-.


Sumber :








BAB 13
ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT


1.   Pengertian
Menurut UU No. 5 Tahun 1999 tentang Praktek Monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.
UU Anti Monopoli no. 5 tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) UU Anti Monopoli ).
Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.


2.   Azas dan Tujuan
Dalam melakukan kegiatan usaha di Indonesia, pelaku usaha harus berasaskan demokrasi ekonomi dalam menjalankan kegiatan usahanya dengan memperhatikan keseimbangan antara pelaku usaha dan kepentingan umum.
Tujuan yang terkandung di dlaam UU No. 5 tahun 1999, adalah sebagai berikut :
a.     Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
b.     Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat.
c.     Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
d.     Mencegah praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha.


3.   Kegiatan yang Dilarang
Menurut isi dari pasal 18 menegnai monopsoni :
-          Pelaku usaha dilarang menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang atau jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli yang menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
-          Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan.
Menurut isi pasal 19 mengenai Penguasaan Pasar, Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan praktek monopoli atau persaingan tidak sehat.
Pasal 22 mengenai Persengkokolan, dimana Pelaku Usaha dilarang bersengkongkol dengan pihak lain untuk mengatur atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

4.   Perjanjian yang Dilarang
Dibawah ini ada beberapa perjanjian-perjanjian yang dilarang, diantaranya adalah :
a.     Oligopoli
Adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit sehingga seseorang bisa mempengaruhi harga pasar.
b.     Penetapan harga
Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara lain :
-          Perjanjian untuk menetapkan harga barang atau jasa dengan pelaku usaha pesaingnya.
-          Perjanjian yang mengakibatkan pembeli harus membayar harga yang harganya berbeda dari pembeli lain, sedangkan barang yang dijual sama.
-          Perjanjian untuk menetapkan harga dibawah harga pasar.
c.     Pembagian wilayah
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran terhadap barang atau jasa.
d.     Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
e.     Kartel
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lainnya untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi.
f.      Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama degan membentuk gabungan perusahaan dimana yang tujuannnya untuk mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap usahanya, yang selain itu agar bisa mengontrol pemasaran.
g.     Oligopsoni
Keadaan dimana pelaku usaha menguasai pasokan atas barang atau jasa dalam suatu pasar komoditas.
h.     Integrasi vertikal
Pelaku usaha dilarang melakukan perjanjian dengan pelaku usaha lain yang tujuannya untuk menguasai produksi sejumlah produk.


i.      Perjanjian tertutup
Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dngan pelaku lain yang memuat persyaratan bahwa pihak menerima barang atau jasa hanya akan memasok / tidak memasok kembali barang atau jasa tersebut kepada pihak tertentu atau pada tempat tertentu.



5.   Hal-hal yang Dikecualikan dalam Monopoli
Hal-hal yang dilarang oleh UU Anti Monopoli adalah sebagai berikut :
a.     Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan yang terdiri dari :
-          Oligopoli
-          Penetapan harga
-          Pemboikotan
-          Kartel
-          Trust
-          Oligopsoni
-          Itegrasi vertikal
-          Perjanjian tertutup
-          Perjanjian dengan pihak luar negeri

b.     Kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, diantaranya adalah :
-          Monopoli
-          Monopsoni
-          Penguasaan pasar
-          Persengkokolan

c.     Posisi domina, yang meliputi :
-          Jabatan rangkap
-          Pemilikan saham
-          Merger, akusisi, konsolidasi

6.   Komisi pengawasan Persaingan Usaha
Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) dalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat UU no. 5 tahun 1999 tentang larangan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.


7.   Sanksi
Pasal 48
-          Pelanggaran terhadap ketentuan pasal 4, pasal 9 sampai dengan pasal 14, pasal 16 sampai 19, pasal 25, pasal 27, dan pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 25.000.000.000, atau pidana kurungan selama-lamanya 6 bulan.
-          Pelanggaran terhadap ketentuan pasal 41 UU ini diancam pidana serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000 , atau pidana kurungan selama-lamanya 3 bulan.


Sumber :







BAB 14
PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI



1.       Pengertian Sengketa
Pengertian sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia, berarti pertentangan atau konflik, konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan.
Senada dengan itu, Winardi mengemukakan :
Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang yang lain


2.       Cara-cara Penyelesaian Sengketa Negosiasi, Mediasi, dan Arbitrase
-          Negosiasi
Sengketa tanah merupakan salah satu masalah yang tidak mudah diselesaikan dan harus diselesaikan secara hati-hati. Sebab, nuansa kekerasan begitu terasa setiap kali sengketa tanah terjadi. Tak hanya disimbolkan dengan kehadiran alat berat atau aparat, tapi juga benturan fisik antara pihak yang bersengketa. Masalah sengketa tanah tidak hanya menyangkut UU, tapi juga implementasinya di lapangan. Penyelesaian melalui jalur hukumpun tidak dapat selalu menjanjikan keadilan, sedang jalan damai juga tak mudah untuk ditempuh.


-          Mediasi

Melibatkan pihak ketiga yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa. Pihak ketiga dapat berupa individu atau kelompok, negara atau kelompok negara atau organisasi internasional.
Dalam mediasi, negara ketiga bukan hanya sekedar mengusahakan agar para pihak yang bersengketa saling belum bertemu, tetapi juga mengusahakan dasar-dasar perundingan dan ikut aktif dalam perundingan dan ikut aktif dlam perundingan, contohnya : mediasi yang dilakukan oleh Komisi Tiga Negara ( Australia, Amerika, Belgia) yang dibentuk oleh PBB pada bulan agustus 1947 untuk mencari penyelesaian sengketa antara Indonesia dan Belanda dan juga mediasi yang dilakukan oleh Presiden Jimmy Carter untuk mencari penyelesaian sengketa antara Israel dan mesir hingga menghasilkan Perjanjian Camp david 1979.

-          Arbitrase

Penyelesaian sengketa melalui arbitrase sudah semakin populer dikalangan pengusaha. Kontrak-kontrak komersial sudah cukup banyak mencantumkan klausul arbitrase dalam kontrak mereka. Dewasa ini Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) sedah semakin populer. Badan-badan penyelesaian sengketa sejenis telah pula lahir, diantaranya adalah badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI), Badan Penyelesaian sengketa bisnis dll.



3.       Perbandingan Antara Perundingan, Arbitrase dan Ligitasi

Dari beberapa cara penyelesaian sengketa diatas, ada beberapa kesimpulan dan perbandingan antara ketiga cara penyelesaian, seperti yang akan dijelaskan dibawah ini :
-          Perundingan : merupakan tindakan atau proses menawar untuk meraih tujuan atau kesepakatan yang bisa doterima.
-          Arbitrase : kekuasaan untuk menyelesaikan suatu perkara menurut kebijaksanaan.
-          Ligitasi : proses dimana seorang individu atau badan membawa sengketa, kasus kepengadilan atau pengaduan dan penyelesaian tuntutan atau penggantian atas kerusakan.

Jadi perbandingan diantara keduanya ini, merupakan tahapan dari penyelesaian pertikaian. Tahap pertama terlebih dahulu melakukan perundingan diantara kedua belah pihak yang bertikai. Kedua ialah kejalan artibrase, ini digunakan jika kedua belah pihak tidak dapat menyelesaikan pertikaian yang ada oleh sebab itu membutuhkan pihak ketiga. Dan yang ketiga ialah tahap yang sudah tidak bisa diselesaikan dengan menggunakan pihak ketiga, oleh sebab itu mereka membutuhkan hukum atau pengadilan untuk menyelesaikan pertikaian yang ada
Sumber :